Siapkah kita Menjadi Dewan Air?

Menjadi utusan Perkumpulan Telapak sebagai anggota Dewan Sumberdaya Air Nasional adalah bukanlah cita-cita kecilku. Si Emak, seorang kawan senior biasa kami menyebut dia, pernah bilang bahwa dia berkeinginan menjadi anggota dewan (red-DPR). Tapi itu dulu, sepuluh tahunan yang lalu, sewaktu kami masih sama-sama di kampus. Dia yang begitu tangguh saat berargumen dalam rapat-rapat di kampus, seringkali membuat hati kami (kawannya) jadi kecut. Entah karena kepandaiannya bersilat lidah atau kepiawaiannya dalam memahami isu. Pokoknya ... kelihatan hebat lah!


Konsep kerja buatku sederhana. Berkeringat di bawah sinar matahari. Petani ... itulah sosok gambaran orang yang bekerja. Makanya aku jadi semangat sekali kalau sedang berkebun di petakan halaman depan rumah yang tidak seberapa itu. Walau sekarang jadi agak ngeri-ngeri karena si teteh menemukan ada ular di bawah batu di tempat itu.

Apakah aku berjalan ke arah cita-cita kecilku atau malah mengerjakan sesuatu yg justru dulunya membuat jantungku dag-dig-dug dan keringatan dingin? Apa konsep ‘kerja’ buat ku? Apakah suatu kerja praxis atau theoria saja? Aku menyebut praxis dan theoria bukan bermaksud memberi bobot lebih pada satu diantara yang lainnya. Karena asal tahu menggunakannya kapan dan di mana, keduanya bisa berdampak banyak. Atau mau mengkombinasikan keduanya, seperti yg coba dilakukan Telapak selama ini?

Hegel membuat dialektika menarik soal kerja tuan-budak. Pada awalnya sang tuan tanah memperkerjakan para buruh tani sebagai budaknya untuk menggarap lahan pertaniannya yg luas. Setelah beberapa waktu berjalan ternyata sang tuan tanah menjadi sangat tergantung pada para buruhnya. Sehingga hubungan tuan-budak menjadi berbalik.

Mungkin apa yg kulihat sebagai ‘pekerjaan enak’ petani itu adalah simplifikasi seorang anak manusia atas kerumitan yang memang dihadapi suatu kelompok masyarakat termarjinalkan dalam hidup bernegaranya. Aku mau para petani di berbagai sektor pertanian punya hidup sejahtera. Pertanian di sini tidak terbatas pada petani di sawah tapi juga para pengumpul rotan di Desa Gimpu di pinggiran Taman Nasional Lore Lindu, atau blandong-blandong HPH di Jambi sana, atau ibu-ibu penganyam dan pemetik Bemban dan Kulan di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, atau nelayan rumput laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu, bahkan juga para petani tungku arang yang mengandalkan kayu-kayu bakau dari hutan mangrove Batu Ampar.

Mereka semua memakai dan tergantung dengan air. Karyawan, biasa para pengumpul rotan di Lore Lindu disebut, memakai Sungai Lariang untuk mengalirkan rotan dari dalam hutan. Kelompok perempuan penganyam dari Dusun Pengerak dan Dusun Pelaik di sekitar Danau Sentarum itu hidup di atas air dan tetap rajin naik-turun sesuai irama alam.

Apa yg bisa kulakukan untuk mereka dengan menjadi anggota Dewan Air Nasional yg terhormat ini? Kubilang terhormat karena pengangkatannya saja akan diatur oleh Keputusan Presiden. Bahwa pembentukan Dewan Air ini ditetapkan oleh Undang-Undang No 7/2004 tentang Sumberdaya Air (Pasal 86 ayat (4)).

Semoga siapapun yg membaca ini menjadi tahu soal informasi Dewan Air ini. Bahkan lebih jauh mau berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya kami berkiprah di arena PERANG AIR ini!!!


"Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi, dan Bermartabat secara Budaya"

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak