Diskusi Dewan Air Telapak
12 Februari 2009
Coretan ke-2
Coretan ke-2
Mengerti sesuatu yang awalnya tidak dimengerti rasanya menyenangkan sekali, seperti anak TK yang baru belajar membaca, walaupun terseok-seok pada awalnya, kini bisa membaca huruf-huruf yang dulunya tidak bermakna. Itulah yang saya rasakan setelah mengikuti diskusi kemaren itu. Berada di tengah-tengah LSM yang ternyata sudah berusaha berbuat banyak untuk Indonesia.
Dewan Air? Apa itu dewan air sebenarnya, awalnya saya juga tidak paham sama sekali. Awalnya saya berpikir dewan air ini cuma sebagai pengelola air. Ternyata lebih tepatnya menurut diskusi yang saya ikuti, Dewan air itu sebagai penasehat dibawah presiden secara langsung. Lumayan juga saya pikir. Walaupun kebanyakan dari forum awalnya tidak setuju dan pesimis dengan adanya Dewan Air ini, karena selama ini banyak sekali dewan-dewan yang terbentuk di pemerintah tapi sepertinya suara mereka tidak pernah didengar. Tenggelam, ditenggelamkan oleh suara-suara yang mempunyai kepentingan tertentu. Kepentingan yang sangat individualis dan menguntungkan hanya beberapa orang saja. Hasilnya rakyatlah yang selalu kalah. Kasihan sekali rakyat yah, yang benar-benar tidak mempunyai daya apa-apa.
Awalnya saya juga berpikiran sama juga. Ngapain juga masuk kedalam sesuatu dan kita capek-capek didalamnya, mencoba berbuat sesuatu untuk rakyat namun suara kita tidak pernah didengar oleh pengambil keputusan. Lebih baik langsung demo aja toh dari luar biar suara kita langsung didengar, seperti mahasiswa dan masyarakat suka lakukan sekarang. Lebih efisien dan efektif.
Tapi saya suka kata-kata Bu Uli yang artis itu (ketemu artis boo!). bagaimana kita bisa merubah sistem jika kita tidak masuk kedalamnya? Saya berpikir benar juga. Sulit jika kita mau merubah sistem dari luar, karena kita tidak tahu mekanisme yang terjadi didalam seperti apa. Lebih baik kita masuk dulu, lihat situasi dan lihat sebenarnya ada apa didalam sana setelah itu mungkin sedikit demi sedikit kita coba untuk mengubahnya. Saya rasa jalannya pasti akan sulit. Tapi kita harus berusaha.
Ini semua gara-gara Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 ternyata. Undang-undang itu mengerikan. Sangat mengerikan. Menganggap air hanya sebagai Basic need saja bukan Basic Human Right (Saya mengutip kata-kata Pak Abdon) padahal perlu disadari tubuh kita 70% komposisinya adalah air, jadi air adalah sumber kehidupan itu benar sekali. Privatisasi air merupakan bagian dari undang-undang ini yang nggak banget deh. Air bisa saja dimiliki hanya oleh pengusaha, pejabat pokoknya orang yang berduit saja dan bisa dipindahtangankan. Harus kemana rakyat yang tidak berpunya itu. Dulu sewaktu membuat undang-undang ini bagaimana merumuskannya. Katanya sih membuat undang-undang ini sambil sarapan pagi atau sedang ngopi.
Menganggap air hanya sebagai Basic need saja bukan Basic Human Right (Saya mengutip kata-kata Pak Abdon) padahal perlu disadari tubuh kita 70% komposisinya adalah air, jadi air adalah sumber kehidupan itu benar sekali."
Padahal, banyak sekali kekhawatiran yang dirasakan dalam pasal-pasal UU No.7/2004 ini. Kekhawatiran jual beli, pengalihtanganan dan persewaan hak guna air. Sepertinya undang-undang ini harus segera di revisi.
Perlu ditekankan dalam pasal tersebut bahwa "hak guna usaha dan guna pakai air tidak bisa dialihtangankan, dijualbelikan atau disewakan". Hal ini penting untuk menghindari pelemparan tanggung jawab secara berantai sehingga penegakan hukum SDA menjadi sulit dilaksanakan.
Dulu rakyat yang memegang pengelolaan sumberdaya air ini, tapi sekarang malah bisa diprivatisasi. Saya kasihan dengan saudara-saudara saya yang ada dipedalaman sana (walaupun sampai sekarang belum pernah bertemu) pasti akan lebih sulit untuk hidup. Hutan tempat tinggal mereka sudah banyak yang berubah menjadi HPH, mereka sudah tidak punya rumah lagi, sekarang air yang mungkin kepunyaan mereka juga akan diprivatisasi.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. UU No.7/2004 sudah terbentuk. Mungkin bisa direvisi lagi tapi kapan, siapa dan bagaimana saya tidak tahu. Mungkin juga Dewan Air ini ada gunanya juga jika benar-benar sudah dibentuk, untuk merevisi undang-undang ini. Biarkan Dewan Air ini mendapat dukungan publik dahulu, terutama dari masyarakat. Satukan suara, walaupun didalam 22 kursi yang disediakan pemerintah ini bersifat heterogen namun jika mempunyai satu suara pasti bisa berjalan dengan baik. Mungkin awalnya akan terseok-seok, tertatih-tatih dan jalannya akan sulit, namun dengan dukungan penuh peluang sekecil apapun untuk merubah pasti ada. Yang terpenting harus selalu diusahakan konsolidasi sebaik mungkin dengan seluruh pihak, dukungan penuh dan suara yang satu bisa menjadi alat yang ampuh sebagai generasi pembaharu untuk mengatasi masalah yang sudah kritis ini, yaitu masalah air
Tea_cool
Noriko_tika@yahoo.co.id
"Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi, dan Bermartabat secara Budaya"
0 komentar:
Posting Komentar