Pendidikan Anak Usia Dini

Teh Yanti adalah seorang perempuan aktivis Aisyah, sebuah organ Muhammadiyah. Teh Yanti berusia 30 tahun, ibu dari dua anak. Suaminya seorang tukang ojek di kota Garut. Saat berkenalan, dan berbincang-bincang dengannya saya merasakan semangat yang luar biasa, passion yang mendalam, dari perempuan muda ini. Passionnya adalah tentang pendidikan anak usia dini. Menurutnya, anak usia dini, yaitu antara 2,5 sampai 6 tahun, adalah masa keemasan perkembangan seorang anak. Periode ini menentukan sekali perkembangan kepribadian, ketrampilan, minat, dan lain-lain. Oleh karena itu, menurutnya, pendidikan anak usia dini adalah sangat penting dan mendasari seluruh rangkaian pendidikan dan perkembangan seorang manusia. Umumnya pendidikan di usia dini ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya orang tua.

Sayangnya, terutama di desa desa dan di kampung kampung miskin, justru para orang tua tidak berkesadaran atau tidak punya waktu atau tidak mampu mengemban tanggung jawab pendidikan anak di usia dini itu. Oleh karenanya, dengan energi, kesukarelawanan, dan passion yang luar biasa, Teh Yanti mempelopori pendirian “sekolah-sekolah” pendidikan anak usia dini (PAUD). Dalam 2 tahun terakhir, Teh Yanti telah mendirikan 5 PAUD. PAUD-PAUD itu didirikan hampir sepenuhnya secara swadaya, dengan menggerakkan warga masyarakat di desa desa tersebut, dengan mencurahkan kesukarelawanan diri dan teman-temannya. Rata-rata para pendidik yang direkrut di sekolah-sekolah PAUD itu bergaji sekitar Rp 50 ribu per bulan.

Teh Yanti berkali kali mengutarakan kegemasannya karena menurutnya dalam soal pendidikan usia dini ini pun kesenjangan dan ketidakadilan sangat kentara di Indonesia. "Di kota-kota, bagi warga mampu", katanya, "anak-anak usia dini telah memperoleh pendidikan terbaik dengan berbagai TK-Playgroup-Kindergaten dengan metode dan kurikulum progressif, standar internasional. Sementara di desa-desa anak-anak itu sudah disuruh bekerja membantu orang tua di sawah atau ladang."

Teh Yanti adalah aktivis Muhammadiyah, tapi rupanya pimpinan dan organisasi Muhammadiyah tidak mendukung inisiatifnya. Bahkan pada berbagai kesempatan menghambatnya, karena kepentingan-kepentingan bisnis. Sebagian para pengurus teras Muhammadiyah di Garut rupanya adalah pemilik saham atau bersaudara dengan para pengelola Playgroup dan TK-TK “profesional/komersial” yang ada di Garut dan sekitarnya. Nampaknya mereka khawatir bahwa model PAUD yang dikembangkan Teh Yanti ini akan menggerogoti kemapanan dan sumber pendapatan Playgroup dan TK-TK mereka. PAUD menjadi semakin penting di desa-desa karena melalui PAUD ini anak-anak tersebut, dan orang tuanya, menjadi termotivasi dan tersemangatkan untuk terus sekolah, SD-SMP-dan seterusnya.

Saya mengajak Teh Yanti untuk mengembangkan sayap dan membangun inisiatif-inisiatif ini bersama Telapak. Teh Yanti, tanpa keraguan sedikitpun, bersedia. Kami membuat janji bahwa pada bulan Juni 2009 Teh Yanti akan pergi ke Bogor dan tinggal selama 2 atau 3 bulan. Telapak akan mengantarnya ke desa-desa di kaki Gn. Salak, Halimun, dan Gede-Pangrango. Teh Yanti akan menjajagi kemungkinan-kemungkinan, melakukan sosialisasi kepada para orang tua dan perangkat desa, mengorganisir dan menggalang keswadayaan, termasuk merekrut dan menyiapkan tenaga-tenaga pendidik dari masyarakat setempat, merancang keberlanjutan operasional dan eksistensi, dan mendirikan PAUD-PAUD.

Saya perkirakan biaya yang diperlukan tidak akan banyak. Akan tetapi saya ingin memastikan bahwa Teh Yanti mendapatkan cukup dana untuk biaya-biaya hidupnya, dan menjamin keuangan rumah tangganya. Saya tersentuh dan terharu dengan api yang menyala-nyala di dalam dirinya. Saya teringat kata-kata “when you have that fire, all around you will be burned together with you”.

Pada detik ini, saya bisa menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Telapak akan memasuki dunia pendidikan dan sekaligus menjalankan inisiatif “Local Leaders Stewarship Fund” dengan Teh Yanti sebagai local leader pertama. Targetnya adalah bisa menyumbang Rp 1,5 juta tiap bulan untuknya, setidaknya selama 3 bulan dia akan berkarya bersama Telapak di desa-desa kaki Gn. Salak, Halimun, Gede-Pangrango.

2. Bersama Teh Yanti, saya membayangkan PAUD-PAUD ini akan segera berdiri di Tapos-Sukaharja, Karya Sari, dan Ciwaluh. Saya membayangkan papan nama-papan nama, dengan cat warna hijau kita yang fenomenal itu:
“PAUD Telapak 01, Kp. Ciwaluh-Bogor”
“PAUD Telapak 02, Kp. Tapos-Bogor”
“PAUD Telapak 03, Karya Sari, Bogor”.

3. Terimakasih kepada Cipto, Anggota Telapak, yang berkomitmen menyumbang Rp 500.000/bulan untuk Ibunda alm. Hendi, yang telah membuat kita semakin yakin bahwa kita bisa menggalang dana untuk Teh Yanti, dan pelopor-pelopor lainnya, dan anggota telapak yang memerlukan, melalui “Local Leader Stewardship Fund” ini. BTW, kita ganti aja deh namanya menjadi:
“Saat Memberi”
Stewardship at Its Best, for Our Special Members and Local Warriors”.

4. Bagi rekan-rekan Anggota Telapak yang siap bergerak dalam “Saat Memberi”, silakan berhubungan dengan Dion Dharmarini, Sekretaris Urusan Keuangan dan Kesekretariatan BPP Telapak.


Terima kasih. Semoga Tuhan selalu memberkati kita semua.


Salam,
A.Ruwindrijarto
Ketua BPP Telapak

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak