Kedai Telapak Purwokerto
3 Bulan yang lalu, di Kedai telapak saya diperkenalkan oleh Bapak
Presiden kepada salah seorang temannya dari Purwokerto. “Wis,
kenalkan ini Jalu dari Purwokerto. Dia pengen ngobrol-ngobrol tentang
kedai telapak”, begitulah Ruwi memperkenalkan Jalu. “Saya jalu, dari
Kompleet Purwokerto”, Jalu memperkenalkan diri. Ruwi menjelaskan bahwa
kedatangan Jalu ke Bogor salah satunya adalah mencoba menjajaki
peluang membuka Kedai Telapak di Purwokerto. Sebelumnya mereka juga
sudah pernah membuka café, café Bintang namanya. Namun belum berjalan
sesuai yang diharapkan, karena belum ada yang berpengalaman mengelola
dengan serius, katanya.
Saya langsung menyambut peluang ini, karena memang salah satu mandat
yang diberikan kepada saya oleh BPP adalah memperbanyak kedai telapak
di seantero nusantara. “mas Jalu, saya tidak bisa berpanjang lebar
diskusi mengenai bagaimana membuka telapak” sahutku. “Lebih baik saya
ke Purwokerto untuk melihat langsung situasinya setelah itu baru kita
bisa tindak lanjuti. Minggu depan saya akan coba atur jadwal ke
Purwokerto.” Demikianlah awal pembicaraan saya dengan kawan Jalu dalam
rangka menginisiasi kedai telapak Purwokerto.
Seminggu setelah pertemuan tersebut, saya dan Bapak Presiden
memutuskan untuk berangkat ke Purwokerto. Perjalanan melalui jalur
selatan saat itu sedang terhambat dikarenakan ada bus Kramat jati yang
terguling masuk jurang . kami tertahan di tengah kemacetan dan
memutuskan untuk beristirahat di pos ronda untuk tidur dan melanjutkan
esok paginya. Untung pak Presiden siap dengan sleeping bag nya
sehingga kami bisa nyaman tidur di pos ronda sampai pagi tiba.
Bangun pagi, saya melihat jalanan yang tadinya macet sudah kembali
lancer. Kami memutuskan untuk segera meneruskan perjalanan ke
Purwokerto. Masih panjang perjalanan karena harus melewati kota tasik,
Ciamis, Banjar, Wanareja sampai akhirnya tiba di Purwokerto.
Setibanya di Purwokerto, saya dan Ruwi disambut oleh Jalu. Dengan
senyumannya yang khas, Jalu menyapa kami, “Selamat datang di
Purwokerto, inilah tempat kami”, kata Jalu. Saya mengamati sekeliling
rumah. Tempatnya merupakan sebuah rumah tua yang terletak di pinggir
jalan. Cukup jauh memang dari kota Purwokerto. Masih tampak
tanda-tanda bahwa tempat ini pernah dijadikan café.
“kami sewa tempat ini 6 juta per tahun, kami sewa selama tiga tahun”,
papar Jalu. Untuk ukuran rumah sebesar itu dan terletak di pinggir
jalan menuju arah tempat wisata baturaden saya pikir sangatlah murah.
Terdapat 3 kamar tidur dengan ukuran cukup besar, 1 ruang tamu yang
cukup luas dan bagian dapur yang juga sangat luas. Saya berfikir, yang
punya rumah ini pastilah bukan orang sembarangan.
Tak lama kemudian, muncul satu persatu crew Kompleet. Kompleet sendiri
merupakan akronim dari Komunitas Peduli Slamet (kalau tidak salah).
Mereka merupakan perkumpulan yang anggotanya seperti pada umumnya LSM
lingkungan yang berasal dari aktivis mahasiswa pecinta alam di
Purwokerto. Aktivitas Kompleet adalah mendampingi masyarakat pinggir
hutan gunung slamet yang sering kali mengalami konflik lahan dengan
Perhutani yang memiliki lahan konsesi di kawasan hutan GUnung Slamet.
Saya dan Ruwi berdiskusi panjang dengan teman-teman Kompleet. Inti
dari diskusi itu adalah teman-teman Kompleet ingin Café yang selama
ini sudah berjalan difungsikan kembali. Dan kami bersepakat untuk
mengganti nama café bintang menjadi kedai telapak. Semua setuju.
Tugas saya selanjutnya adalah menginventaris ir dan menganalisis
bagaimana caranya supaya rumah tua ini segera disulap menjadi kedai
telapak. Target kedatangan saya kali ini adalah penjajakan awal serta
survey pasar untuk melihat suasana kota serta bagaimana gaya hidup
dan daya beli orang-orang di purwokerto . Menurut saya ini sangat
penting dilakukan, untuk mendapatkan “chemistry” dalam membuka sebuah
usaha.
Market survey kali ini dilakukan dengan mengunjungi café-café yang ada
di purwokerto. Ya semacam wisata kuliner lah. Mulai dari yang bertema
modern sampai tradisional kita datengin dan kita nikmati suasananya.
Yang mencengangkan adalah harga-harga yang ditawarkan terbilang sangat
murah. Mungkin karena daerahnya merupakan daerah mahasiswa jadinya
café-café tersebut menerapkan strategi low pricing. Hal inilah yang
sempat membuat saya pesimis. “Gila, kalau harganya pada murah begini
bagaimana profitnya?”, pikirku. Paling yang bisa ditekan adalah biaya
sewa tempat dan gaji karyawan. Karena setau saya harga sembako bedanya
gak signifikan. Sebagai gambaran, kami makan nasi dan ayam goring
plus es jeruk seporsinya hanya Rp. 8,500. Kalau ayam pake nasi doang
Rp. 6,500. Murah banget. Tempatnya cukup representative kok. Inilah
catatan saya, harga jual otomatis harus menyesuaikan. Artinya kembali
modalnya pasti bakalan lama.
Setelah seharian kami survey, malamnya kami mencoba beberapa kedai
kopi. Hasilnya hanya satu warung kopi yang benar-benar menyajikan kopi
yang istimewa. Lainnya berbahan baku kopi instant. INi juga menjadi
pertimbangan buat kedai telapak ke depannya. Dan kalau kita
menggunakan mesin pembuat kopi seperti yang di Bogor, sepertinya akan
dicari penggemar kopi. Kunjungan kami akhiri ke tempat hiburan malam
di baturaden. Malam di baturaden yang dingin mengingatkanku seperti di
Puncak Bogor. Kami masuk ke sebuah klab malam dan menikmati live
music. Ya lumayanlah. Tapi karena isi dompet tidak memadai kami hanya
nonton ditemani soft drink aja. Waitersnya mungkin gondok setelah
berulang kali nawarin minuman tidak kami gubris. Bukannya tidak mau
pesen minuman, tapi gak punya duit…………..
Setelah pulang dari tempat tersebut, saya dan ruwi memutuskan untuk
segera kembali ke Bogor saat itu juga. Cukup banyak informasi yang
saya peroleh untuk menjadi bahan bagaimana selanjutnya sesegera
mungkin menyulap rumah tua tersebut menjadi kedai telapak.
Perjalanan ke bogor kami lanjutkan keesokan paginya, karena badan
cukup lelah dan butuh istirahat. Lagi-lagi pos ronda kami pilih
sebagai tempat peristirahatan kami sebelum melanjutkan perjalanan ke
Bogor melalui jalur Pantura.
Survey Kedua
Hasil survey awal untuk membuka kedai telapak kemudian kami diskusikan
untuk tindak lanjutnya. Karena sepenuhnya kewenangan ada di tangan
saya, maka saya memutuskan untuk berani membuka kedai telapak. Setelah
mendapat mandate melalui rapat cabinet, saya memutuskan untuk
melakukan tahapan awal pembukaan kedai telapak. Oleh karena itu saya
mengajak Rifka yang memiliki pengalaman membuka kedai telapak Bogor
dari awal berdirinya . Perjalanan kedua menuju Purwokerto kali ini
juga menyertakan Budi Gondrong. Kebetulan Budi saat itu sedang
menjalin kerja sama mengenai jual beli nilam dengan teman-teman
Kompleet. Perjalanan tidak langsung ke Purwokerto, melainkan mampir
dulu di Cipatujah. Cipatujah ini merupakan sebuah tempat di tasik
selatan yang kaya akan sumber daya alam. Bahan tambang banyak
ditemukan disini. Kedatangan kami ke Cipatujah untuk mengunjungi kawan
Budi dalam rangka bisnis daun nilam. Budi member I order kepada
teman-teman di Cipatujah untuk menyediakan daun nilam sebanyak 2 ton
untuk memenuhi permintaan seorang buyer di Jakarta.
Setelah urusan beres, kami berangkat ke Purwokerto. Tiba di kota
Mayangsari ini sekitar pukul 12 malam. Kami janjian dengan jalu di
Alun-alun kota Purwokerto untuk kemudian diarahkan ke kantor KOmpleet
untuk sebagai tempat menginap. Kebetulan ketika itu di lokasi yang
akan dijadikan kedai telapak sedang dipakai syukuran.
Pagi harinya saya dan Rifka langsung ke Pabuaran tempat lokasi kedai
telapak akan dibuka. Kami berdiskusi dengan Heni yang diberi tanggung
jawab mengelola kedai telapak. Hasil diskusi tersebut kami membagi
tugas masing-masing. Rifka ngecek semua peralatan yang telah ada, heni
kemudian mencari tukang untuk memperbaiki tampilan rumah, dan saya
sendiri mencoba merancang tampilan muka kedai telapak purwokerto.
Setelah bagi-bagi tugas selesai, kami sepakati bahwa kedai telapak
akan dibuka ketika renovasi sudah selesai dilakukan. Renovasi tersebut
meliputi pengecatan kembali, pembuatan meja kursi, serta perbaikan
kanopi, dan jalur listriknya. Kami menyepakati semua dikerjakan dalam
waktu maksimal 2 minggu. Setelah kesepakatan teresbut disepakati,
kami segera pulang ke Bogor setelah menghabiskan waktu 3 malam di
Purwokerto.
Persiapan Buka Kedai telapak
Minggu pertama Bulan Mei 2009, saya mendapat laporan bahwa renovasi
rumah sudah selesai. Demikian juga bangku-bangku sudah selesai
dikerjakan. Saya memutuskan untuk membawa Rifka dan Agus Koki untuk
menyiapkan soft opening kedai telapak purwokerto.
Setibanya di Purwokerto, kami bertiga segera melakukan pekerjaan
menyiapkan pembukaan kedai telapak. Dengan alat seadanya dan dana
seadanya kami berusaha semaksimal mungkin bagaimana supaya kedai
telapak segera beroperasi. Pekerjaan pertama yang kami lakukan adalah
memberikan sentuhan warna hijau kedai telapak untuk memperkuat ciri
khas kedai telapak pada bangunan tua tersebut. Kemudian kami juga
melakukan pekerjaan-pekerjaan merapikan tembok-tembok yang sudah lapuk
dan terkelupas sana sini. Pekerjaan tukang menukang ini kami kerjakan
dalam waktu 3 hari dan pada akhirnya selesai juga. Pekerjaan
selanjutnya adalah memasang sign board dan membuat neon box. Survey
yang kami lakukan untuk membuat pekerjaan ini apabila diserahkan
kepada orang lain cukup menghabiskan banyak biaya. Akhirnya saya
memutuskan untuk membuat sendiri dan mengerjakannya. Saya keliling
mencari tukang las besi, membeli besi dan menyiapkan rangka neon box
yang harus dipasang. Syukurlah dengan cara demikian jauh menekan
biaya.
Setelah selesai pemasangan sign board berupa plang nama dan neon box,
saya segera ke Bogor dan urusan membuka kedai telapak saya serahkan
kepada Rifka. Sengaja juga saya meninggalkan Rifka di sana sebagai
bagian dari capacity building. Saya berfikir orang gak akan maju kalo
terus menerus didampingi. Oleh karena itu saya mencoba untuk memberi
ruang kepada Rifka untuk memimpin dan memutuskan segala sesuatu
terkait dengan pembukaan kedai telapak. Dan syukur alhamdulilah,
amanat tersebut bisa dijalankan. Setelah seminggu di sana, Rifka
member Laporan bahwa kedai telapak sudah mendapat pelanggan pertama.
Two thumbs buat Rifka dan Agus yang bisa membuka kedai telapak
purwokerto dengan dibantu oleh teman-teman Kompleet. Dengan
beroperasinya Kedai Telapak, resmi sudah Kedai Telapak memilki cabang
di jawa tengah yaitu Kedai telapak Purwokerto….
Misi berikutnya adalah membuka kedai telapak di Bengkulu, Bali,
Lampung, Kendari… semoga cepat terealisasi…………………
Wishnu Tirta
0 komentar:
Posting Komentar