Catatan dari Muara Tae: Asterix dan Obelix dari Kalimantan


Beberapa Penelapak saat ini tinggal bersama dengan masyarakat di Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Mereka mencoba menjadi bagian dari masyarakat disana yang sedang menghadapi masalah serius. Hutan masyarakat Muara Tae yang selama ini dijaga dari titipan nenek moyang mereka terancam akan diberangus.

Beberapa perusahaan sudah membeli tanah dan hutan tersebut dari “penguasa” yang mengaku hutan tersebut “milik mereka”. Lahan tersebut akan dikonversikan menjadi hutan kelapa sawit, bukan lagi pohon-pohon yang biasa mereka kenal seperti ulin, bengkirai dan lain-lain.Hutan adat di Muara Tae merupakan hutan terakhir yang tersisa, dari sekian banyak hutan yang sudah diambil para penguasa.

Telapak sedang membantu anggota dan masyarakat sekitarnya untuk dapat mempertahankan hutan terakhir tersebut. Berikut adalah sepenggal catatan perjalanan dari para Penelapak yang berbagi kisah dari Muara Tae.

Malam kemarin
Aku tidur di hotel berbintang

Dengan koneksi internet super cepat
Hingga bisa conference call

Dengan orang Washington, Paris, Jakarta
Mau makan tinggal angkat telepon
Pencet angka dua

Mandi air panas putar kran sedikit ke kanan

Malam ini aku tidur di lantai papan

Dengan bantal apak

Lampu minyak dekat jari kakiku

Dan nyamuk-nyamuk



Aku gak bisa tidur

Di rumah Pak Asuy dan Ibu Laiyen

Di Muara Tae

-------

LITANI DEBU


Sesiangan aku duduk di kayu rebah di pinggir jalan

Di tikungan Muara Tae

Dan melintaslah

Ford Ranger double cabin,

Debu beterbangan

Toyota Hi-Lux double cabin,

Debu beterbangan

Ford Everest,

Debu beterbangan

Kijang Innova,

Debu beterbangan

Truk Engkel muatan sawit,

Debu beterbangan

Nissan X-Trail,

Debu beterbangan

Nissan Navarra double cabin,

Debu beterbangan

Mistubishi D-Max,

Debu beterbangan

Truk Tronton 20 roda angkut buldozer,

Debu beterbangan

Ford Ranger yang lain lagi,

Debu beterbangan

Toyota Hi-Lux yang lain lagi,

Debu beterbangan

Ford Everest yang lain lagi,

Debu beterbangan

Kijang Innova yang lain lagi,

Debu beterbangan

Truk sawit yang lain lagi,

Debu beterbangan

Nissan X-Trail yang lain lagi,

Debu beterbangan

Nissan Navarra yang lain lagi,

Debu beterbangan

Mitsubishi D-Max yang lain lagi,

Debu beterbangan

Truk tronton yang lain lagi,

Debu beterbangan

AMIN.

------

Setelah kulihat-lihat dan banding-bandingkan, Pak Asuy, Ibu Laiyen, Pak
Andreas dan orang-orang Muara Tae ini persis seperti Asterix, Obelix,
Abraracourcix, dan orang-orang Kampung Galia itu deh. Mereka hanya takut
apabila langiit akan runtuh menimpa kepala mereka. Mereka tidak takut
meskipun kampung mereka ini sudah dikelilingi habis oleh buldozer-buldozer,
serdadu-serdadu, tambang-tambang, HTI-HTI, perkebunan sawit PT Borneo Surya,
PT Gunung Bayan, PT Petrosea, PT Lonsum, PT Tri Tunggal Group, PT Munti
Wani. Mereka tidak takut meskipun kerajaan romawi pemda Kutai Barat
habis-habisan menekan mereka. Mereka tidak khawatir meskipun seluruh
Kalimantan sedang berubah menjadi padang debu dan semak-semak dan bongkaran
tambang dan tunggul-tunggul dan serpihan hutan. Mereka tidak khawatir
meskipun tidak ada LSM-LSM manapun yang peduli atau mendampingi atau turut
mengadvokasi atau apapun. Mereka gak peduli bahwa kampung-kampung lain
sudah pasrah dan menyerahkan kebun dan hutannya. Mereka ini tetap aja
ngotot: Pokoknya Jangan Ganggu Kampung dan Hutan Adat Kami. Nampaknya
mereka hanya takut apabila langit akan runtuh menimpa kepala mereka.
Makanya mereka kemarin tetap berpesta, potong babi dan ayam, makan minum,
pasti ada yang nyanyi-nyanyi juga... Benar-benar mirip Kampung Galia itu.
Bahkan serupa juga dalam hal suka sekali kelahi kelahi di antara mereka
sendiri...terus pesta makan-makan sama-sama.

Hari ini aku akan jalan-jalan keliling kampung, siapa tahu bisa menemukan
Idefix dan Assurancetourixnya Kampung Muara Tae.
-------

Disalin dari surat elektronik para penelapak: Ambrosius Ruwindrijarto, Ghonjess Panuluh dan M. Kosar.

3 komentar:

hari the blacket | Senin, Juni 06, 2011 2:30:00 PM

indahnya kalau kita bersatu tentunya akan menambah kekuatan untuk melawan. akupun sebagai bagian dari saudara pak asuy (anggota Telapak)ingin sekali membatu saudara ku yang sedang berjuang demi haknya dan hak orang di sekitarnya mempertahankan miliknya.

RL | Senin, Juni 06, 2011 11:38:00 PM

sebaiknya kawan2 terus ke hulu....disana kesedihan akan bertambah. Banyak yang mau berbuat tp tdk tau hrs mulai dr mana. Hanya sekitar 18 jam dengan kapal.

Unknown | Jumat, Juni 10, 2011 1:24:00 PM

Kutai Barat memang penuh dengan derita, khususnya masyarakat yg tinggal di kampung2. Sementara para pejabat dan pengusaha seakan lupa pada kepedulian mereka utk membantu masyarakat yg tinggal di kampung.

Tulisan dan berbagai informasi lain mengenai Muara Tae dapat juga dilihat dalam blog khusus ini http://muaratae.blogspot.com

Posting Komentar

Logo Telapak