Hutan Papua terancam oleh Kebijakan Pemerintah

Bogor, 09 Desember 2008. Telapak menemukan indikasi ketidakseriusan Pemerintah dalam penanggulangan penebangan liar dan perdagangan kayu illegal derta penghancuran hutan di Papua melalui terbitnya berbagai kebijakan aturan perdagangan, pemberian dispensasi ekspor, upaya pembukaan kembali kran ekspor kayu bulat, serta upaya pelemahan standar verifikasi legalitas kayu. Indikasi ini hampir seluruhnya terkait dengan produk kayu dari wilayah Papua, terutama jenis Merbau (Instia spp.) dan kebijakan pemerintah Papua yang berupaya melindungi hutannya dari kehancuran.

Pada bulan April 2008, Pemerintah menerbitkan sebuah kebijakan yang kontroversial berupa dispensasi terhadap larangan ekspor kayu gergajian pada tiga perusahaan yang berbasis di Surabaya, yaitu Surabaya Trading & Co., Grafity Merindo dan Trias Alam Lestari untuk mengekspor “komponen rumah” dari kayu merbau ke China, sementara pada kenyataannya yang diekspor adalah kayu gergajian merbau yang dilarang. Ketiga perusahaan tersebut dikendalikan oleh seorang mafia penyelundupan kayu yang sebelumnya telah dilaporkan oleh Telapak, yaitu Ricky Gunawan. Surat permintaan pencabutan dispensasi yang dikirimkan Telapak kepada Departemen Perdagangan pada bulan Agustus 2008 tidak mendapat tanggapan.

Sebulan setelah kejadian tersebut, pada bulan Mei 2008, Departemen Perdagangan menerbitkan aturan khusus perdagangan kayu gergajian yang mengijinkan ekspor balok merbau dengan luas penampang sampai 10.000 mm2, lebih dari dua kali lipat ukuran yang diijinkan sebelumnya sebesar maksimal 4.000 mm2.

Pada bulan Oktober 2008 seperti yang dilansir sejumlah media cetak, dengan alasan kepentingan nasional untuk menambah pendapatan negara, Departemen Kehutanan juga berencana mengeluarkan kebijakan untuk membuka kembali kran ekspor kayu bulat. Sementara itu, sebuah standar verifikasi legalitas kayu yang dihasilkan melalui proses multipihak justru berusaha dilemahkan oleh Pemerintah sendiri dengan menghilangkan beberapa alat ukur legalitas (verifier) yang telah disepakati sebelumnya.

Husnaeni Nugroho, Juru Kampanye Hutan Telapak mengatakan,“Seluruh kejadian tersebut mengindikasikan ketidakseriusan Pemerintah di sektor kehutanan. Ini seperti sebuah upaya sistematis untuk melanjutkan perusakan dan penggundulan hutan”.

Selama ini, melalui Departemen Kehutanan, Pemerintah selalu mengkampanyekan penanggulangan penebangan illegal dan perusakan hutan di forum-forum internasional. Bahkan, dalam waktu dekat akan diselenggarakan sebuah pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan US dan EU yang akan mendiskusikan aturan baru pemberantasan perdagangan kayu illegal secara Internasional. Adanya kebijakan yang melemahkan kontrol atas perdagangan kayu dan penebangan illegal justru bertolak belakang dengan inisiatif dan komitmen Pemerintah sendiri secara Internasional.

Lebih jauh, Husnaeni Nugroho menegaskan, “Pemerintah harus mencabut surat dispensasi dan menindak ketiga perusahaan tersebut, membatalkan upaya membuka kembali kran ekspor kayu bulat, serta segera mengesahkan standar verifikasi legalitas kayu yang sudah disepakati bersama. Bila hal ini tidak dilakukan, sama artinya Pemerintah Indonesia mencoreng mukanya sendiri di dunia internasional serta memang merencanakan penghancuran hutan Papua dan Indonesia!”

Kontak:

Husnaeni Nugroho, Juru Kampanye Hutan Telapak, email: unang@telapak.org, mobile: +62 813 288 413 07.
Mardi Minangsari, Koordinator Kampanye Hutan Telapak, email: mardi_minangsari@telapak.org, mobile: +62 811 11 1918.


Catatan untuk Editor:

  • Merbau (Intsia spp.) adalah jenis kayu keras komersial di pasar kayu internasional. Jenis ini banyak dipergunakan untuk produk-produk lantai kayu (flooring), decking, pintu, dan furniture dengan harga sangat tinggi. Saat ini, sebagian besar kayu merbau hanya dapat dihasilkan secara ekonomis dari wilayah Papua, Indonesia.
  • Pada bulan Maret 2007, Telapak dan EIA telah meluncurkan sebuah laporan berjudul “Raksasa Dasamuka” yang mengungkapkan terus berlangsungnya penebangan ilegal dan penyelundupan kayu di Indonesia. Laporan tersebut juga memuat pengakuan Ricky Gunawan yang telah menyelundupkan kayu merbau secara rutin ke China melalui perusahaannya, CV. Surabaya Trading & Co.
  • Pada bulan Agustus 2008, Telapak dan EIA telah mengeluarkan press briefing bertajuk“Langkah Mundur – Bagaimana permintaan atas kayu merbau mengancam kebijakan-kebijakan penanganan pembalakan liar di Indonesia”. Briefing ini menyoroti kebijakan baru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan atas ekspor kayu merbau.
  • Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor: 20/M-DAG/PER/5/2008, Tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan di antaranya mengatur ekspor kayu olahan dalam bentuk S4S (surface four side) yang termasuk HS.4407 . Khusus untuk kayu merbau, aturan ini membolehkan ekspor dengan luas penampang maksimum 10.000 mm2. Sementara untuk jenis kayu lain selain merbau ketentuan ekspornya hanya dengan luas penampang maksimum 4.000 mm2. Kayu S4S adalah produk kayu olahan yang diratakan ke empat sisinya sehingga permukaannya menjadi rata dan halus.
  • Pada Tanggal 17 April 2008 telah dikelaurkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Tentang Penetapan Persetujuan Ekspor Atas Pengecualian Kriteria Teknis Nomor: 33/DAGLU/KEP/4/2008, CV.SURABAYA TRADING & Co; Nomor: 34/DAGLU/KEP/4/2008, PT. TRIAS ALAM LESTARI; Nomor: 35/DAGLU/KEP/4/2008, CV. GRAVITY MERINDO.
  • Telapak adalah sebuah perkumpulan individu yang mendorong pengelolaan sumberdaya alam yang berkeadilan (adil antar generasi dan antar unsur alam). Telapak berbasis di Bogor.

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak