Pekandangan menjawab tantangan Telapak


Lampung, 6 Januari 2009.

Derasnya air yang mengalir Way Seputih –Sekampung pada bulan Desember menggairahkan warga Pekandangan. Cahaya lampu dari kincir Pak Trimo bisa ternikmati pada malam hari, suara adzan, dan anak mengaji terdengar sampai jauh lewat pengeras suara. Alhamdulillah, kemarau telah berganti musim. Meski air melimpah ini (kadang) tak menguntungkan sebagian dari mereka yang ada di hilir.

Di penghujung tahun 2008 aku melewatkan waktu bersama mereka di Pekandangan. Mengkaji dalam-dalam apa yang telah dilakukan ... itung-itung merefleksikan diri di sepanjang tahun ini. Ternyata setidaknya, ada air bersih, meski baru 10 % dari jumlah warga Pekandangan yang bisa menikmatinya. Lembaga keuangan desa, sebagai embrio koperasi, juga telah ada. Telah ada 80 orang warga sebagai anggotanya dan tak lagi pinjam uang dengan tengkulak. Penghargaan tak ternilai "kalpataru" pun telah diraih, meski hanya tingkat kabupaten. Dan yang terpenting adalah keswadayaan, partisipasi dan kesadaran mereka yang tinggi. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan. "Sepuluh jari di depan dada" buat para sahabat yang telah membatu. "Terima kasih dan Selamat Tahun Baru 2009".




Awal tahun ini adalah lembaran baru. Jejak yang ditinggalkan di tahun lalu akan menjadi modal mereka untuk terus bangkit dari keterpurukan kemiskinan. Mandiri secara ekonomi, catatan yang kerap terlihat di tiap tulisan para penelapak di milis hayati, berharapan bisa tercapai di tahun ini. Semoga .... "Building Stone", mungkin belum terancang sempurna dan "Building Block" pun belum kuat untuk dipijak.

Dengan tekad yang kuat, semangat mereka kembali teruji, bekerja memungut tiap batang bibit sengon. Sekarang ada 4,000 bibit sengon yang telah tersemai secara swadaya. Ini menjadi agenda kampung tahun ini, atau Telapak menyebutnya sebagai "community logging". Potensi pohon sengon yang dimiliki tiap kebun warga akan menjadi incaran para pedagang kayu. Tercatat ada ratusan meter kubik sengon dan pulai keluar dari kampung ini pada tahun 2008. Batang sengon ukuran 30-50 cm dijual langsung ke pedagang kayu dengan harga 100 ribu/m3. Sedangkan harga pasar, informasinya bisa mencapai 800 ribu-1 juta /m3. Selisih harga lumayan besar. Pantas saja para agen kayu selalu tebang habis dengan sistem borong di tiap kebun pak tani.

Lewat Rapat Kordinasi Kerja Desa (Rakordes) bulan Desember kemaren, Kepala Kampung Pekandangan Pak Ahmin, mendukung rencana pengelolaan sengon yang ada di tanah hak/marga dengan aturan desa, dan mendeklarasikan pengelolaan kayu rakyat, untuk kemandirian dan kedaulatan mereka. Aku berfikir ini adalah jawaban dari tantangan Telapak. Untuk sebuah gerakan, ya ... sebuah GERAKAN!! Mudah-mudahan dengan kesungguhan mereka, bisa memperkuat ekonomi secara kolektif. Syukur bila ada warga yang bisa berangkat Haji, pada musim haji tahun depan. Haji adalah indikator yang konkrit dari mereka. Amiin ....

Salam,
M. Sidik Telapak - 005

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak