Obrolan soal angkringan


Kemarin sore kami (saya, Wishnu dan Ruwi) bertemu dengan seorang kawan. Saya mengenal dia sejak saya ikut meramaikan komunitas blogger Bunderan HI sejak 2 tahun lalu. Namanya Iqbal Prakasa, namun juga dikenal luas di kalangan para blogger dengan sebutan Balibul. Saya sengaja mengundang kawan ini untuk datang dan berbagi pengalaman di Kedai Telapak.

Ternyata undangan saya ditanggapi dengan antusias. Iqbal datang ke Kedai Telapak, sekaligus juga mencicipi menu yang disajikan kedai. Setelah menyantap pesanannya, ia pun kemudian menuturkan pengalamannya, sekaligus berbagi cerita tentang bisnis angkringan. Ini adalah tema utama dalam perbincangan kami. Tak lain dan tak bukan karena beberapa orang Telapak, dan teman2nya mulai memikirkan sebuah tempat nongkrong alternatif dengan gaya kampungan dan berharga murah. Tentunya bukan untuk menyaingi bisnis makanan dan minuman di Kedai Telapak, namun justru membuka ruang baru.



Angkringan atau juga dikenal dengan sebutan warung nasi kucing atau juga warung hik, adalah warung nasi sederhana yang buka malam hari hingga menjelang pagi. Warung angkringan banyak dijumpai di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Namun kini, warung angkringan juga sudah mulai berkembang di beberapa kota besar di Indonesia, sebutlah Bandung dan Jakarta. Angkringan menyediakan nasi bungkus sekepalan tangan dengan sambal dan beberapa ekor teri goreng serta berharga murah. Masih dengan harga yang relatif murah, lauknya disediakan terpisah, umumnya adalah tempe dan tahu goreng tepung, sate kikil, sate telur puyuh, jeroan ayam, kepala ayam, dan ceker (kaki) ayam. Sementara minumannya berkisar antara kopi, teh manis, teh jahe, dan jeruk hangat. Warung ini punya ciri khas cahaya temaram dari lampu minyak. Ciri khas lainnya adalah teko air dari bahan seng ataupun alumunium dengan gaya kuno. Semuanya diletakkan pada sebuah gerobak kayu.

Singkat kata, perbincangan santai dan serius dengan Iqbal ternyata membuka banyak hal yang sebelumnya kami tidak pahami. Angkringan ternyata juga sebuah tempat publik dengan pengunjung multilevel. Ia tidak hanya berfungsi sebagai tempat makan dan minum di malam hari. Namun ia juga menyediakan keramahan, ruang2 diskusi publik, dan menjembatani kesenjangan ekonomi para pengunjungnya (dengan harga murah dan suasana guyub). Iqbal sendiri bisa dikatakan sebagai contoh seorang pioneer dalam konteks bisnis murah dan ruang publik ini. Ia membuka sebuah angkringan model baru bertajuk Wetiga atau warung, wedangan, wifi. Sebuah angkringan (tetap) sederhana namun juga menyediakan fasilitas saluran internet gratis dan menjembatani berbagai kelompok. Tak kurang para jurnalis, penggemar wisata kuliner, mahasiswa, blogger, plurker, face-booker, artis ibukota, pemusik, ibu rumah tangga, eksekutif muda, komunitas otomotif, maupun aktivis LSM pernah mengunjungi Wetiga di bilangan Kebayoran. Dari bisnis iseng, kini bisnisnya semakin berkembang pesat. Ia mulai memikirkan untuk membuka cabang di kawasan Bintaro, Bogor, dan Solo.

Bagi saya, perbincangan dengan Iqbal sungguh menjadi sebuah pencerahan. Jiwa enterpreneurship yang dilengkapi dengan jiwa sosial dari seorang Iqbal yang aktif di berbagai komunitas dunia maya patut dijadikan contoh. Konsep tempat nongkrong dan warung makan ini mirip dengan apa yang dibayangkan oleh Telapak. Telapak dengan keberpihakannya pada kaum marginal dan pengelolaan sumberdaya alam berkeadilan juga perlu melirik cara ini. Memang tak harus membuat angkringan. Namun angkringan adalah wahana nongkrong dan makan yang telah dikenal menjembatani kesenjangan sosial di kota2 di Jawa Tengah dan Yogyakarta.


Posting serupa (tapi tak sama) dengan posting ini dapat dibaca di blog pribadi saya Sumukrakringeten. Gambar di atas saya ambil dari laman ini.

4 komentar:

Anonim | Selasa, Februari 17, 2009 4:32:00 PM

http://www.onlineforbisnis.blogspot.com

Anonim | Selasa, Februari 17, 2009 4:58:00 PM

sip pak.
wedangan iso memang dadi media buat menemukan jagad cilik pesrawungan sing bener riil lan apa anane.

Salam

Yayon-kerepalur

Anonim | Rabu, Februari 18, 2009 8:10:00 PM

Buat Yayon-kerepalur: Itulah maksud dari posting ini Mas Yayon. Kita memang harus banyak dari suasana "guyub" di masyarakat menengah ke bawah.

Buat Sulastri: terima kasih atas saran utk mengunjungi alamat web tersebut.

obrolan | Senin, Agustus 30, 2010 8:27:00 AM

Really great and interesting post. Thanks for posting! Keep it up!

Posting Komentar

Logo Telapak