Oleh-Oleh dari Harvard

Sejak dua minggu yang lalu saya selaku salah satu Young Global Leaders (YGL) dari Indonesia, berkesempatan untuk mengkuti Executive Education tetang Global Leadership and Public Policy for 21st Century di Harvard University. Biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh YGL community yang merupakan salah satu underbow dari World Economic Forum (WEF), sementara biaya transportasi dan biaya akomodasi menjadi tanggungan masing-masing peserta. Mengingat peluang ini adalah peluang yang sangat baik bagi pengembangan diri dan pengembangan networking maka saya (dengan bantuan Astan) berusaha untuk mencari pendanaan bagi biaya transportasi dan biaya akomodasi selama di Boston. Cari sana sini akhirnya Universitas Trisakti (dimana sekarang saya kuliah s2) berkenan memberikan biaya transportasi dan sekedar uang untuk pegangan, sementara pemerintah daerah Sulawesi Tenggara memberikan dana Rp.10 juta untuk biaya akomodasi.

Sungguh ini adalah pengalaman yang sangat istimewa bagi saya, karena dari 70 peserta kira-kira kalangan NGO paling banyak hanya 1/3 nya saja. 2/3 adalah para pebisnis dan politisi dari berbagai Negara. Diantara mereka ada anggota parlement dari Singapura, Canada dan Italia. Ada juga penasehat perdana mentri Thailand dan penasehat Mahmod Abbas, presiden Palestina. Dari kalangan bisnis ada founder dan CEO beberapa perusahaan terkenal di dunia seperti : Intel, Phillips dan ICW (jam tangan dari Swiss).

Jam sekolah yang mulai pukul 07.00 pagi hingga selesai jam 09.00 malam, membuat hubungan yang sebelumnya kaku dan hambar menjadi sangat akrab pada hari – hari terakhir. Boleh dikata, hanya tidur malam hari sajalah kami tidak bersama, sejak makan pagi (sesuai dengan kebiasaan di Harvard) kami sudah disuguhi bahan-bahan oleh para pemateri, begitu juga makan siang, dan makan malam.

Dari para pemateri-pemateri itulah saya menagkap kesan bagaimana Indonesia benar-benar tidak ‘dihitung’ dalam kancah pergaulan di dunia internasional. Tidak ada data-data yang dipaparkan yang menunjukan Indonesia, kalau mereka bicara asia maka yang mereka bahas adalah China, India, Malaysia, Singapura, kalau pun ada yang dekat maka yang disebut adalah Vietnam dan Kamboja.

Hanya dalam mata kuliah : international security nama Indonesia sering disebut, justru karena disebut sebagai salah satu sumber terrorist, sayang sekali bangsa kita.

Bahkan dalam salah satu diskusi tentang energy saya menangkap sebuah kesimpulan yang menurut saya cukup mengagetkan. Pada waktu itu, seorang teman dari Jordania memprotes kebijakan Green Energy presiden Obama, secara terang-terangan dia menyebutkan bahwa sebagian besar bangsa Arab akan kehilangan pendapatan utama mereka bila kebijakan itu dijalankan. Mungkin hanya Arab Saudi yang masih memiliki pendapatan yang cukup besar dari Haji, sementara Negara Arab lainnya akan kehilangan sebagian besar pendapapatan mereka. Dari diskusi dikelas, saya iseng-iseng bertanya kepada kawan dari Jordania itu waktu istirahat, kira-kira apa langkah-langkah yang akan mereka ambil untuk mengatasi itu. Dia kemudian menjelaskan, mereka mulai dari sekarang sudah mulai ekspansi ke beberapa Negara utamannya Indonesia untuk membuat diversifikasi usaha. Mereka katanya juga sudah membeli berpuluh-puluh hektar kebun sawit dan sudah juga membuka berhektar-hektar persawahan. Mereka bekerja sama dengna pemerintah di Indoensia untuk mengelola asset mereka itu. Sampai disini saya langsung teringat istilah Padi Arab di Sulawesi Tenggara dan berbagai propinsi di kawasan timur Indonesia. Istilah yang selama ini bagi saya hanya angin lalu saja, ternyata hubungannya kesini. Mungkin karena ini juga maka tidak banyak fraksi di DPR yang menolak ketika, UU PMA (Penanaman Modal Asing) ingin direvisi seperti sekarang ini.

Berbicara dengan para pebisnis ini betul-betul menyadarkan saya bahwa pengetahuan kita tentang bangsa sendiri lebih kecil dari mereka, utamanya dalam hal koneksi-koneksi bawah tanah. Dari teman seorang Swiss, saya mendapat kabar bahwa mereka sudah memasang orang-orangnya dilingkungan dekat SBY yang menurut dia akan terpilih lagi jadi presiden. Dia bahkan sudah siap-siap akan meninggalkan JK yang katanya tidak akan banyak pegang peranan lagi kedepan. Luar biasa, mereka betul-betul bekerja sangat cepat dan sangat teliti.

Dengan para politisi lain lagi persoalannya, politisi Singapura mengungkapkan bahwa mereka tidak terlalu kuatir dengan Indonesia karena selalu ada saja orang Indonesia yang akan ‘membantu’ urusan mereka. Dengan sedikit imbalan, pasti kita akan temukan teman di Indonesia yang bahkan bersedia menjual bangsanya. Sialan….saya hanya senyum-senyum kecut saja mendengarnya….ya karena disampaikan dalam keadaan lagi minum-minum jadi saya anggap saja itu hanya bercanda…..


Dari pengalaman-pengalaman saya selama disana maka saya tiba pada satu kesimpulan :
Indonesia yang bermartabat hanya bisa terjadi oleh kerja keras orang Indonesia sendiri, atau orang-orang yang memang memiliki hati Indonesia. Tidak bisa kalau hanya pemerintah saja, atau hanya pebisnis saja, atau hanya pers, hanya masyarakat saja, apalagi kalau hanya LSM saja. Kolaborasi dan kerjasama erat dari semuanya mutlak diperlukan. Karena hanya gerakan bersama saja Indonesia bermartabat dapat diperoleh.

Dari sini saya sampai pada pemerenungan yang sangat mengganggu. ‘Apakah sudah benar yang kita kerjakan selama ini? Apakah kita justru tidak menyediakan orang lain stick untuk memukul bangsa sendiri? Memukul perusahaan Indonesia, dan melemahkan negosiasi pemerintah kita?

Maaf teman-teman kalau oleh-oleh nya seperti ini, saya betul-betul tersadarkan dengan apa yang terjadi, hidup dilingkungan para CEO dan politisi dunia ini benar-benar memberikan cara pandang yang berbeda bagi saya. Oleh Karena itu, berdasarkan latar belakang pemikiran yang ada, dan melihat perkembangan dan kebijakan perkumpulan sejauh ini maka saya ingin menyampaikan beberapa kesimpulan saya:

1. Saya kira apa yang kita buat dengan mendirikan berbagai koperasi sudah pada jalur yang sangat tepat, kepemilikan local adalah jawaban yang paling penting untuk masalah kita di Indonesia. Salah satu pengajar yang juga adalah penasehat ekonomi Obama menjelaskan kebijakan mereka dengan istilah ; how bottom up economy will replace a trickle down effect…walaupun mungkin dalam banyak konteks berbeda dengan kita tetapi menurut saya secara prinsip sangat sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hanya dengan rakyat yang terorgainisir ini, kita dapat menangkal berbagai pengaruh negative dari manapun. Tapi pertanyaannya, bagaimana posisi issu ini di perkumpulan kita, sudahkah kita semua bergerak dengan semua kemampuan untuk mendorong hal ini dengan sungguh-sungguh?

2. Saya kira saya sangat sependapat dengan kebijakan bapak Presiden dengan mengariskan kebijakan BPP tidak mengelola proyek lagi tetapi akan ditangani oleh PT.PNU, kebijakan ini adalah kebijakan yang boleh dikata tidak popular dikalangan LSM, tetapi menurut hemat saya sangat sesuai dengan gerakan kita, sehingga BPP dan staffnya dapat berkonsetrasi pada pencapaian target-target perkumpulan dan yang paling penting perlahan tetapi pasti akan memutus ketergantugan lembaga pada donor.

3. Jaringan-jaringan yang sekarang sedang dibangun oleh anggota-anggota akan sangat baik untuk ditindaklanjuti dalam rangka mendorong kerjasama lintas sector.. Ada saudara Budi Hartono dengan jaringan Global Compact yang berisi para pengusaha Indonesia, ada PB NU yang sekarang sedang ada hubungan dengan Telapak, ada Bang Bae dengan jaringan ilmuannya, saya dengan rombongan teman-teman mahasiswa saya dan lain-lain…harus bisa kita jadikan sebagai kekuataan bersama dalam rangka mendorong kemandirian lembaga dan lebih jauh kemandirian bangsa.

4. Satu hal yang selalu saya banggakan kepada yang lain, utamanya kepada orang Malaysia, China, atau Singapura adalah Demokrasi yang ada di Indonesia. Saya sampaikan kami sekarang betul-betul memiliki kebebasan pers, kebebasan berpendapat dan berpolitik. Tidak seperti mereka heheheeh…

Namun sambil membanggakan hal ini, sebenarnya dalam hati saya juga gemas dengan keadaan dimana kita belum dapat memanfaatkan momentum ini dengan baik, kita masih saja menjadi pemain pinggiran dari satu-satunya hal yang bisa saya banggakan sebagai orang Indonesia. Oleh karena itu melalui koperasi2 yang kita bangun tadi mudah-mudahan nantinya kita bisa memanfaatkan peluang-peluang ini. Ya, setidaknya (mudah2an tidak dicurangi), apa yang diperoleh pak Halik yang kemungkinan akan menjadi anggota DPRD Konawe Selatan, merupakan pelajaran berharga bahwa tidak ada jalan pintas untuk dipercaya oleh rakyat menjadi wakil mereka. Kita memang betul-betul ditantang untuk bisa memperoleh kepercayaan dari rakyat dengan proses pendampingan yang tulus dan terus menerus…

5. Kalau mau dilihat dengan baik, sebenarnya banyak orang Indonesia yang juga sudah mulai gerah dengan masalah ini, hanya butuh sebuah gerakan yang lebih terintegrasi untuk meselaraskan langkah. Telapak, dengan apa yang sudah kita buat melalui isu koperasi, comlog, kumis kucing, ikan hias dan karang, sebenarnya telah berjalan selangkah didepan dan dapat memimpin gerakan ini. Memang pasti akan sulit, tidak mungkin dalam satu tahun, tidak mungkin dalam lima tahun atau bahkan tidak pula dalam 50 tahun, tatapi mari kita mulai saja (yang ini saya kutip dari pidato pelantikannya John F.Kennedy yang terpampang pada salah satu tembok kelas kami).


Salam,

Onte

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak