Pejuang Adat, yang tidak takut mati...!!!

Obrolan dengan Pak Jonson, Anggota Telapak asal Dayak Meratus


Mati...mati...mati.....mungkin belum masuk dalam kamus bagi pak Jonson. Beliau ini merupakan salah satu tokoh masyarakat adat Dayak Meratus yang bisa menghentikan satu perusahan tambang selama 3 bulan tidak beroperasi, … dengan pasukan “non organik”nya alias pasukan Dayaknya memblokir tambang di Pulau Sebuku-Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2003 yang lalu.

Saat ini beliau telah menyesaikan kuliahnya untuk bidang hukum di Universitas Sultan Adam banjarmasin. Menurut beliau “ilmu hukum sangat di perlukan oleh orang adat seperti saya ini, karena selama ini kami banyak yang di bohongi oleh aparat pemerintah, apalagi terkait dengan hak-hak masyarakat adat, kami di lecehkan”, tegas beliau.

Ilmu hukum sangat di perlukan oleh orang adat seperti saya ini, karena selama ini kami banyak yang di bohongi oleh aparat pemerintah, apalagi terkait dengan hak-hak masyarakat adat


Di saat kami sedang ngobrol dengan asiknya, terdengar suara penggilan di HP beliau. Ternyata yang menelpon adalah seorang Kapolres di salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Kalimantan Selatan, yang mengatakan bahwa anggota PERMADA (persatuan masyarakat adat ) yang di pimpin beliau sedang di proses di kantor polisi karena membawa senjata tajam, dan kapolres meminta beliau bisa mendampingi dan bisa menjamin bahwa tidak ada protes dari masyarakat dayak meratus. Yang mana dalam keseharian masyarakat adat dayak meratus membawa pisau, parang merupakan alat tradisional untuk bekerja, jadi wajar saja kalo masyarakat membawa-bawa parang atau pisau di jalan.

Dulu pernah ada kasus masyarat dayak meratus yang ditangkap, namun karena bukti-bukti tidak ada, maka kami dari Permada melakukan gugatan ke kepolisian, dan polisi mengganti rugi. Ini adalah buah dari perjuangan saya bersama Permada dan teman2 masyarakat adat yang telah saya sekolahkan. Dimana sampai saat ini kurang lebih 26 orang anak-anak dayak meratus yang telah menempuh pendidikan ke jenjang sarjana di banjarmasin atas bantuan dari PERMADA. “Dari 26 orang ini, ada 6 orang kepala desa, yang merupakan anggota permada yang kami sekolahkan untuk jenjang sarjana, supaya mereka nantinya bisa dalam memimpin masyarakat di desa”, tegas pak Jonson.

Beliau juga pernah mencabut patok tapal batas yang di lakukan oleh dinas kehutanan, untuk tanda kawasan konservasi di pegunungan Meratus. Bersama masyarakat, beliau membayar satu patok 10.000/buah yang bisa mencabut dan membawa ke rumah beliau sebagai bukti bahwa patok itu adalah patok tatabatas yang di pasang oleh kehutanan karena masuk dalam kawasan adat masyarakat di daerah hulu sungai.

Kenapa saya cabut..???, karena kalo sudah di patok kawasan hutan meratus dan di jadikan kawasan konservasi, maka dengan mudahnya kawasan itu di konversi menjadi tambang, sebab dalam kawasan yang di patok ini memiliki potensi tambang batubara dan biji besi terbesar di Indonesia”, ujar pak Jonson. Bersama dengan para sarjana hukum yang di bina dan di sekolahkan oleh PERMADA, saat ini Pak Jonson membuat sebuah Lembaga Bantuan Hukum untuk masyarakat adat, khususnya anggota PERMADA yang tersebar di seluruh pelosok Kalimantan Selatan.


Pengirim=
Ejhonski (T-...)

1 komentar:

Anonim | Minggu, Juni 28, 2009 2:24:00 AM

selamat berjuang Pak Jhonson ... do'a kami di Bogor menyertaimu selalu.

TOP MARKOTOP dahh!!

Posting Komentar

Logo Telapak