Mikro Hidro, Kaliandra dan Telapak

Selalu ada rencana kedua bila rencana awal tidak mendapatkan inspirasi. Tulisan kecil ini juga mencerminkan keadaan di atas ketika mengikuti pertemuan para mitra Ford di wilayah ekowisata Yayasan Kaliandra Sejati, di kaki gunung Arjuna – kabupaten Pasuruan di Jawa Timur. Sekilas tentang Kaliandara bahwa yayasan ini diinisiasi dan dirikan oleh seorang pengusaha orang Jawa Timur yang merasa terpanggil untuk mengembangkan sebuah usaha yang sekaligus dapat berkontribusi untuk melestarikan lingkungan dan memberdayakan masyakarat sekitar. Usaha tersebut dikemas secara apik melalui paket-paket ekowisata, pertanian organik, serta kegiatan penggalian dan pelatihan untuk budaya-budaya lokal.

Yang aku katakan adanya inspirasi kedua itu adalah berkisar kunjungan ke kelompok masyarakat yang tergabung pada Paguyupan Kalimaron yang mengelola usaha PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro) Wotlemah, yang difasilitasi oleh PPLH Seloliman dengan dukungan GEF. Disebut usaha, karena paguyupan sudah melakukan transaksi jual-beli arus listrik dari mikro hidro yang mereka bangun kepada PLN. Harganya saat ini masih lebih rendah dari harga TLD-nya PLN, tapi (mungkin) lumayanlah sekitar Rp. 7 juta per bulan. Dengan kekuatan 45 kWh, mikro hidro paguyupan juga masih sanggup menyalurkan arusnya kepada masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh infrastrukur listrik PLN di dusun Balekawang dan Biting, di kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Belum lagi ada dua buah industri rumah tangga di masyarakat telah mendapatkan manfaat dari keberadaan mikro hidro ini.

Agar PLTMH mampu berfungsi sepanjang tahun, setidaknya daerah tangkapan air di hulu harus dipertahankan seluas 30 kilometer persegi. Dengan demikian maka artinya sangat penting menjaga kelestarian hutan di kawasan hulu sehingga tidak terjadi penebangan hutan ataupun penggundulan vegetasi.

Bila berpatokan dengan aturan Peraturan Menteri ESDM no 31/2009 maka pemerintah menetapkan harga pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan sebesar Rp. 656 per kWh x F bila terkoneksi pada sumber tegangan menengah dan Rp. 1.004 x F untuk sumber tegangan rendah. Faktor F merupakan insentif yang disesuaikan dengan lokasi pembelian listrik oleh PLN untuk wilayah Jawa dan Bali dari BUMN, BUMD maupun kelompok masyarakat. Artinya pendapatan paguyupan masih di bawah harga yang diatur dalam kebijakan yang berlaku. Dari obrolanku dengan anggota paguyupan, bahwa paguyupan sedang melakukan negosisasi kembali dengan PLN untuk menaikkan harga beli, sedangkan prosesnya masih berlangsung dan belum tuntas untuk menemukan kata sepakat.

Ada hal menarik bila menggali kembali proses awal ketika membangun inisiatif ini. Karena di situlah mulai terjadi proses-proses negosiasi antar pihak. Antar PPLH dengan paguyupan, antar anggota paguyupan yang juga sebagai pengguna air irigasi, paguyupan dengan pemerintah maupun antara paguyupan dengan PLN. Cerita yang kutangkap bahwa pada awal pembangunan mikro hidro, inisiatif ini telah menghadapi persoalan terkait pembagian jatah air irigasi. Karena adanya rencana ini maka sebagian air akan dialirkan untuk menghidupkan turbin. Jelas kondisi ini ditentang oleh para anggota yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Tapi mungkin itulah pentingnya bernegosiasi, bila dilakukan secara terbuka dengan memiliki kesamaan tujuan, apalagi untuk hajat hidup orang banyak maka biasanya akan dibantukan untuk menemukan jalan terbaiknya.

Apakah ini merupakan bentuk-bentuk memerdekakan masyarakat atas pengelolan sumber daya alamnya, khususnya sumber daya air? Atau bentuk-bentuk yang perlu ditempuh untuk menuju kemandirian ekonomi dan kemandirian energi bagi bangsa ini?? Mungkin….hanya waktu dan orang-orang yang peduli yang bisa membuktikannya. Nah satu lagi….bila mau bernegosiasi, cerita di atas bisa menjadi salah satu inspirasi bagi kawan-kawan di Telapak untuk mulai mengimplentasikannya.

Sumber: perjalanan pribadi dan beberapa artikel media

2 komentar:

Rita | Rabu, Agustus 04, 2010 12:27:00 PM

sepakat. contoh penggunaan konsep negosiasi yg bagus. seperti pak pandit pernah ingatkan juga, negosiasi tanpa terjadi suatu perubahan, adalah sia-sia.

hanya dengan 30 km2 hutan di hulu, maka didapat aliran listrik murah. bisa menjual pula. hebat!

apakah PLTH Ciwaluh bisa juga menjual listriknya ke PLN? apakah Dewan Sumber Daya Air Nasional sudah menyerap inisiatif seperti ini ke dalam penyusunan jaknasnya?

terimakasih sudah berbagi.

Unknown | Senin, Mei 09, 2016 4:07:00 PM

Apakah ada kontak person untuk pltmh kaliandra ini?

Posting Komentar

Logo Telapak