RM 1: Emergent-Detergent

Teman-teman yang baik, Saya ingin menceritakan sedikit kisah tentang Ramon Magsaysay Award ini. Kisah ini dimulai beberapa waktu lalu saat saya menerima sebuah telepon. Si penelepon ternyata adalah Presiden dari Ramon Magsaysay Foundation. Dia bilang bahwa saya terpilih menerima Ramon Magsaysay Award untuk kategori Emergent Leadership. Tentu saja saya kaget dan sama sekali tidak menyangka. Untunglah kategorinya Emergent Leadership, bukan Detergent Leadership. Karena rasa-rasanya baik di rumah maupun di bukan-rumah saya selalu meninggalkan piring dan pakaian kotor yang perlu dicuci dengan deterjen. Untuk kategori Detergent Leadership pasti saya akan usulkan Teh Lili yang kerja di rumah, dan teman-teman di beberapa tempat yang sepenuh hati mencuci piring kotor yang saya tinggalkan.

Rupanya ada pembagian kategori yang cukup melegakan saya. Kita telah banyak meninggalkan piring-piring di banyak tempat. Ada yang mencucinya baik-baik sehingga piring itu menjadi bersih mengkilat dan bermanfaat. Ada yang belum mencucinya sehingga belum bersih mengkilat dan bermanfaat. Ada juga yang piring saja bahkan belum punya.

Salah satu piring bersih mengkilat dan bermanfaat itu adalah di Kulon Progo, dengan Koperasi Kredit Kharisma Tali Asih (CUKATA) dan Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM). Oleh karenanya, kemarin saya berbicara dengan Pak Windratmo dan Mas Hendaru, dan saya meminta mereka untuk mengelola durian beberapa puluh ribu dollar ini (gross, dikurangi biaya-biaya, bayar beberapa utang, sukuran, beli HP baru, dll). Kami membentuk skema dimana dana itu akan dikelola seturut mekanisme di Koperasi Kredit CUKATA, pendapatan dari simpanan akan dipakai untuk jaminan sosial dan dana gerakan, dan pokok simpanan itu sendiri akan berfungsi sebagai penjaminan untuk sebuah skema dana bergulir. Pak Windratmo dan Mas Hendaru akan cuci piring-piring, atau membantu kita berpiring bersih mengkilat bermanfaat. Dana ini dalam cita-cita panjang kita kuuueeeecil sekali sih sebetulnya. Tapi dengan piring-piring bersih itu, dengan ketekunan dan kematangan WinDaru berdua, saya yakin 6 bulan ke depan kita akan bisa mengajak orang-orang lain dan lembaga-lembaga lain untuk mengelola dananya dengan skema serupa. Kehati, misalnya, daripada memutar dana abadinya di bursa efek New York, lebih baik menanamkannya di salah satu koperasi kredit atau koperasi komunitas, piring bersih mengkilat bermanfaat, yang moga-moga akan semakin banyak terbangun dan terpelihara.

Jadi saya ingin usul, yuk berlomba cuci piring-piring dan bikin piring lebih banyak. Siapa yang dalam 6 bulan ini piringnya bersih-mengkilat-bermanfaat siapa tahu akan segera menjadi pengelola dana dan investasi Kehati atau orang/lembaga lain. Hmmm...kita perlu banyak Detergent Leadership ya...

Kembali ke telepon dari Presiden Ramon Magsaysay Foundation itu: selang sekitar 10 menit kemudian saya menerima telepon yang lain. Yang ini dari Pak Asuy, Presiden Muara Tae. Pak Asuy bercerita bahwa Utak Melipeh sudah habis digusur. Kayu meranti besar-besar diseret oleh buldozer-buldozer. Pak Asuy berkata bahwa sudah sekian hari dan malam berjaga di lahan. Bahkan Fauzi yang umurnya belum genap satu tahun turut tinggal di pondok di pinggir hutan. Pak Asuy mengakhiri telepon dengan berkata bahwa apapun yang terjadi dia akan pertahankan hutan itu, dengan parang, sumpit, dan badan.

Kalau diumpamakan: piring-piring orang Muara Tae sudah pecah remuk dilindas buldozer. Tinggal tersisa dua atau tiga piring saja. Sejarah orang Muara Tae dengan piring-piringnya sudah hampir sempurna sebagai sejarah kekalahan. Di abad lalu, mereka kalah dan terusir dari tanahnya karena sesuatu sebab. Setelah mereka boleh/bisa kembali, tanah-tanah mereka diduduki oleh perusahaan HPH, kemudian HTI, kemudian Perkebunan Sawit Lonsum. Kalah lagi, sampai lari sembunyi di hutan-hutan bahkan ada yang sampai sembunyi di Sanggar Telapak di Sempur Kaler 16. Sebagian masuk penjara. Kemudian kalah lagi dari perusahaan tambang batubara. Dan sekarang, mereka kalah dari PT Borneo Surya Mining Jaya dan PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Dari belasan ribu hektar tanah adat mereka, hari ini mungkin tinggal beberapa ratus hektar. FYI: Dua buldozer mampu menggusur 50 hektar dalam satu hari kerja.

Mengingat bahwa saya agak-agak percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan, bahwa selalu ada sebuah rencana dan guratan dariNya, atau alam semesta, atau konstelasi bintang-bintang, maka saya percaya bahwa 2 telepon tersebut memiliki sesuatu makna. Bahwa Award ini bukan karena puncak prestasi, tapi karena lembah lemah. Lembah lemah di diri, di Muara Tae, di organisasi-organisasi, di negeri. Tapi, hei, untungnya dan syukurnya, kalau sudah di lembah tidak ada arah lain selain keluar dari lembah, mendaki bukit kecil itu, mendaki gunung besar di belakangnya itu. Teman-teman yang baik,

Inilah kisah yang ingin saya bagikan.

salam, ruwi

N.B. Kalau rasa lucu masih ada, maka kisah ini, Emergent-Detergent Leadership, adalah bagian pertama dari Trilogi. Berikutnya moga-moga adalah kisah tentang Energen Leadership (tentang energi yang hanya tahan 2 jam, seperti sarapan hanya dengan Energen) dan Kepriben Leadership (tentang kepemimpinan model Banyumasan, contoh: Jendral Sudirman).

3 komentar:

Anonim | Rabu, Oktober 22, 2014 10:37:00 AM

Cerita yang terakhir sungguh sangat menyedihkan dan memprihatinkan, padahal masyarakat adat di sana ada sebelum negara ini merdeka, kok jadi seolah-olah imigran yang tidak punya tanah? sungguh Pemerintah yang kacau-balau!

http://suaraagraria.com/detail-21051-putusan-mk-35-%E2%80%9Chutan-adat-bukan-hutan-negara%E2%80%9D-harus-dijawab-sinergi-pemerintah-pusatdaerah.html

Unknown | Sabtu, Desember 12, 2015 7:28:00 PM

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" | Kamis, November 17, 2022 8:03:00 PM

Kalau kamu cocoknya award apa, hehe

Posting Komentar

Logo Telapak