S.O.S di perguruan kita

Pagi ini aku dikejutkan oleh ungkapan seorang cantrik perguruan. "Mas, baru kali ini da sayah tau kalo perguruan kita bisa teu boga duit kepeng. Seumur-umur jigana can pernah manggih urang teh perguruan silat inih menta sumbangan! Kenapa sih pundi2 kepeng kita bisa sampe kosong, bahkan sampe ngutang sagala?", begitu celotehnya. Celoteh jujur yang bisa jadi punya arti sangat dalam, minimal didasari atas pengalam empirik cantrik setia tersebut sejak dulu. Celoteh jujurnya itu membuat pagiku yang biasanya ceria jadi berkabut selama beberapa detik. Aku terhenyak dan bingung bagaimana menanggapi celotehan itu. Dalam keterhenyakan itu akhirnya aku cuma bisa berkomentar singkat .. "yaahh ... mungkin ini memang sudah nasibnya ...." (dalam hati aku juga bingung, nasib apa?).


Untunglah kejadian tadi pagi tidak membuatku larut dalam kebingungan. Sebuah perguruan silat, sebuah organisasi, bahkan mesjid dan gereja pun bisa minta sumbangan, jadi kejadian minta sumbangan di perguruan silat ini pun adalah wajar. Mungkin yang membuat para cantrik dan pesilat bingung adalah kenapa ini bisa terjadi. Apakah memang ada hal2 di luar kuasa orang2 perguruan yang menguras pundi2 kepeng untuk kelangsungan hidupnya. Ataukah memang ada kebingungan besar dalam daya kelola perguruan atas pengaturan penggunaan kepeng sebelumnya. Atau memang perguruan ini sedang mengalami nasib buruk dalam dunia persilatan ini, misalnya disusupi oleh babi ngepet ataupun tuyul suruhan perguruan lawan. Berbagai jawaban dan teori tentu bisa saja dikemukakan tentang penyebab ludesnya pundi2 kepeng. Namun dari semua jawaban dan teori yang hasilnya selalu sama. Hasilnya adalah kenyataan bahwa saat ini bahwa pundi2 kepeng perguruan TELAH LUDES, dan saat ini perguruan sedang DIBELIT HUTANG yang tergolong non-performance debt. Perguruan silat kita sedang sekarat karena ketiadaan pundi2 kepeng.

Bila dalam cerita bioskop, saat ini adalah saat manakala sebuah pesawat udara sudah menukik tajam menjelang jatuh. Tak ada pilihan lain kecuali jatuh. Berusaha memikirkan kenapa pesawat bisa menjelang jatuh sepertinya bukan pilihan penting saat ini. Hal itu lebih baik dipikirkan nanti saja, nanti ketika pada akhirnya tidak ada atau sedikit korban jiwanya. Yang harus dilakukan adalah melakukan panggilan darurat S.O.S atau mayday .... mayday. Dan yang harus dipikirkan adalah bagaimana mengupayakan agar pesawat tidak jatuh menukik, namun mendarat darurat di tempat yang landai.

Cerita pesawat ini punya logika yang mirip dengan nasib perguruan silat kita. Memukul kentongan dan tanda bahaya sembari mengatakan kondisi gawat darurat adalah penting. Panggilan permintaan tolong (SOS atau mayday) sama artinya dengan permohonan "sumbangan" untuk melanjutkan hidup. Sementara mengecangkan ikan pinggang, mengurangi (bahkan menghentikan) pengeluaran dana adalah hal yang juga wajib hukumnya. Banyak berdoa, tirakat, prihatin dan puasa mungkin adalah pilihan tepat dari setiap tindak dan laku seluruh penghuni perguruan, tak terkecuali pesilat, pemimpin perguruan, hingga cantrik.

Duuh Gusti ... semoga perguruan ini dihindarkan dari kehancuran hingga mampu berkarya penuh menjaga dunia yang renta ini dari kerakusan para begundal perusak hutan, penghancur laut, dan pembunuh rahayat jelata! Semoga ...

gambar di atas diunduh dari sini


"Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi, dan Bermartabat secara Budaya"

0 komentar:

Posting Komentar

Logo Telapak